Kasus Bullying di SMKN 1 Cikarang Barat, Alumni yang Jadi Anggota DPRD Angkat Suara

Foto: Ilustrasi

Kabupaten Bekasi, Commentary – Anggota DPRD Kabupaten Bekasi sekaligus alumni SMKN 1 Cikarang Barat, Jiovanno Nahampun, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus perundungan yang menimpa siswa berinisial AII (16) hingga mengalami patah rahang. Ia menegaskan praktik kekerasan menyerupai “penataran” oleh oknum senior harus segera dihentikan.

“Saya sebagai alumni SMK Negeri 1 Cikarang Barat yang juga sebagai anggota DPRD Kabupaten Bekasi, menyampaikan turut berduka atas kejadian yang terjadi kepada keluarga AII karena mengakibatkan patah rahangnya. Semoga ke depannya juga tidak terjadi lagi, seperti AII ke depannya,” kata Jiovanno

Menurutnya, pola perundungan yang terjadi di sekolah tersebut seolah sudah menjadi tradisi “penataran” oleh sejumlah senior kepada junior, dan kasus seperti ini bukan kali pertama terjadi. Jiovanno menilai kondisi tersebut sangat memprihatinkan dan membutuhkan penanganan serius.

“Memang kalau bicara dari kronologi yang diberitahukan itu memang terjadinya seperti seolah-olah penataran ya, yaitu yang dilakukan oleh beberapa oknum siswa, katakanlah dia anak basis atau barisan siswa, memang ini sudah terjadi di beberapa tahun belakang,” ungkapnya.

Ia menambahkan telah melakukan koordinasi dengan pihak sekolah, bahkan berencana mengajak seluruh alumni untuk ikut mengawasi agar tidak ada intervensi dari pihak luar terhadap siswa, terutama mereka yang masih duduk di kelas 10.

“Ke depannya saya juga sudah koordinasi dengan Kepala Sekolah, nanti juga saya akan koordinasi juga dengan teman-teman alumni semuanya, supaya tidak ada lagi alumni-alumni mengintervensi para siswa, ya dalam hal ini kelas 12, untuk yang diduga, karena berawal dari kasus pemalakan lah, bukan karena kasus perempuan, ini adalah kasus pemalakan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Jiovanno menekankan pentingnya perubahan pola pikir siswa, terutama bagi mereka yang baru masuk kelas 10. Ia mendorong agar para junior berani bersuara jika mendapat perlakuan tidak baik dari senior.

“Harapan saya, siswa kelas 1 atau kelas 10 berani bicara, berani melapor ke guru atau orang tua ketika ada intervensi. Kasus AII ini baru terungkap setelah tiga hari, karena korban takut akibat adanya ancaman. Ke depan, kita akan perkuat mental siswa kelas 10 agar berani mengungkapkan jika mendapat perlakuan serupa,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup