Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid Temui Korban Penggusuran di Kabupaten Bekasi
Kabupaten Bekasi, Commentary – Kasus penggusuran di Bekasi telah menarik perhatian dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid turun langsung ke lokasi di Tambun, Kabupaten Bekasi, Pada Jumat, (07/02/2025).
Kehadirannya bertujuan untuk menyelidiki lebih dalam sengketa lahan yang menyebabkan terjadinya penggusuran tersebut, serta mencari solusi yang dapat memberikan keadilan bagi warga yang terdampak.
Nusron menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan cara memediasi antara pihak-pihak terkait. Salah satu fokus utamanya adalah memperjuangkan hak-hak warga yang rumahnya telah tergusur, memastikan mereka mendapatkan solusi yang adil dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Nusron juga menyampaikan bahwa pihaknya akan terus berupaya untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa lahan yang seringkali menimbulkan ketegangan di lapangan.
Dengan langkah-langkah yang akan diambil oleh ATR/BPN, diharapkan masalah penggusuran ini dapat terselesaikan dengan bijak, memberi ruang bagi warga yang terkena dampak untuk memperoleh hak-hak mereka, sekaligus menjaga ketertiban dan keharmonisan sosial di masyarakat.
“Solusinya bagaimana, kita akan melakukan mediasi dengan pihak terkait. Apalagi mereka warga membeli cara sah dengan cara membayar,” katanya, saat berada di Bekasi, Jumat (07/02/2025).
Pihaknya juga menegaskan dengan tegas bahwa sertifikat tanah milik korban penggusuran masih sah. Meskipun ada putusan yang berkaitan dengan eksekusi, pengadilan tidak pernah mengeluarkan perintah untuk membatalkan sertifikat tanah tersebut. Hal ini memastikan bahwa hak kepemilikan atas tanah yang bersangkutan tetap diakui secara hukum.
“Mestinya sebelum eksekusi dilakukan pihak yang memenangkan sengketa lahan tersebut menemui pengadilan. Agar pengadilan menerbitkan perintah pembatalan sertifikat ke pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN),” Lanjutnya.
Jika pada akhirnya terjadi pembatalan sertifikat, dalam proses eksekusi, pengadilan tidak bisa melakukannya sendiri. Eksekusi tersebut harus melibatkan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan pengukuran dan penentuan lokasi tanah yang akan dieksekusi. Hal ini penting agar terdapat kejelasan dan kepastian mengenai lahan yang dimaksud, serta untuk memastikan eksekusi berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Setelah pengukuran pengadilan harusnya tetap memberitahu BPN saat melakukan eksekusi. Dan dalam kasus penggusuran di Tambun hal itu tidak ditempuh,” ujarnya mengakhiri pembicaraan.
Dari rangkaian peristiwa yang terjadi, Nusron menilai bahwa proses eksekusi di Tambun tidak dilaksanakan dengan baik. Menurutnya, ada langkah-langkah penting yang luput dari perhatian pengadilan, sehingga menyebabkan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan eksekusi tersebut. (gie)