Manfaat AI Terkonsentrasi di Negara Maju, UNCTAD Minta Negara Berkembang Tak Tertinggal
Commentary – Kapitalisasi pasar kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) diperkirakan akan mencapai angka fantastis USD 4,8 triliun pada tahun 2033, setara dengan ukuran ekonomi negara maju seperti Jerman. Namun, manfaat dari teknologi ini diperingatkan masih sangat terkonsentrasi dan tidak merata secara global. Hal ini disampaikan oleh Badan Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) dalam laporan terbarunya, dikutip dari CNBC, Sabtu (19/4/2025).
UNCTAD mencatat bahwa meskipun AI menawarkan peningkatan produktivitas dan mendorong transformasi digital, sisi gelap dari perkembangan ini tak bisa diabaikan. Salah satu sorotan utama adalah risiko terhadap pasar tenaga kerja global.
“AI diperkirakan dapat memengaruhi 40 persen pekerjaan di seluruh dunia,” tulis UNCTAD dalam laporannya.
Lembaga ini menyuarakan keprihatinan terhadap meningkatnya otomatisasi yang lebih menguntungkan modal daripada tenaga kerja, yang pada akhirnya dapat memperlebar ketimpangan dan mengurangi daya saing tenaga kerja di negara-negara berkembang.
UNCTAD juga menyampaikan bahwa sekitar 40 persen dari total anggaran penelitian dan pengembangan (R&D) AI global terkonsentrasi hanya pada 100 perusahaan, sebagian besar berbasis di Amerika Serikat dan China. Ini menandakan dominasi segelintir aktor dalam menguasai teknologi AI secara global.
Laporan tersebut bahkan menyoroti bahwa nilai pasar perusahaan teknologi seperti Apple, Nvidia, dan Microsoft kini menyaingi produk domestik bruto seluruh benua Afrika, memperkuat kekhawatiran tentang ketimpangan global yang semakin melebar akibat ledakan AI.
Forum Ekonomi Dunia sebelumnya juga merilis data bahwa sebanyak 41 persen pengusaha berencana mengurangi jumlah pegawai di bidang-bidang yang bisa digantikan AI, menambah kekhawatiran atas pengangguran massal di era digital.
Namun, UNCTAD menegaskan bahwa AI bukan semata ancaman bagi dunia kerja. Jika dikelola dengan tepat, AI justru bisa membuka industri baru dan memberdayakan tenaga kerja, terutama dengan dukungan pelatihan ulang dan peningkatan keterampilan secara luas.
Untuk itu, UNCTAD merekomendasikan agar negara-negara berkembang dilibatkan dalam perumusan regulasi dan kerangka etika AI secara global. Laporan ini juga mendorong penerapan mekanisme pengungkapan publik, pengembangan infrastruktur AI bersama, pemanfaatan model AI sumber terbuka, serta inisiatif kolaboratif untuk berbagi pengetahuan dan sumber daya teknologi.
“AI dapat menjadi katalisator bagi kemajuan, inovasi, dan kemakmuran bersama. Tapi hal itu hanya mungkin terjadi jika negara-negara secara aktif membentuk lintasannya,” tulis UNCTAD. “Investasi strategis, tata kelola yang inklusif, dan kerja sama internasional adalah kunci untuk memastikan bahwa AI menguntungkan semua orang.”