Pemkab dan Pemkot Bekasi Sepakat Tukar Aset Strategis
Kabupaten Bekasi, Commentary.co.id — Persoalan aset yang selama ini menjadi ganjalan antara Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Kota Bekasi mulai menemui titik terang. Kedua kepala daerah, Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang dan Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, menyatakan kesepakatan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara bertahap, termasuk melalui skema tukar-menukar atau barter aset.
Kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan kedua pimpinan daerah pada Selasa (24/6), sebagai bagian dari upaya percepatan pembangunan dan pembenahan birokrasi, khususnya menyangkut pengelolaan aset daerah.
“Aset Kabupaten Bekasi ada di Kota Bekasi, begitu juga sebaliknya. Ini menghambat pengembangan, terutama untuk layanan air bersih oleh Perumda Tirta Bhagasasi. Karena itu, kami sepakat menyelesaikannya lewat skema barter, dengan perhitungan nilai aset yang transparan,” ujar Bupati Ade Kuswara Kunang usai pertemuan.
Ia menyebutkan bahwa saat ini terdapat 18 bidang tanah milik Kabupaten Bekasi yang berada di wilayah Kota Bekasi, sedangkan aset milik Kota Bekasi di wilayah Kabupaten Bekasi mencapai luas sekitar 300 hektare.
“Memang nilai tanah di kota cukup tinggi, sehingga wajar kalau nanti Kota Bekasi yang akan melakukan pembayaran selisih aset. Yang penting birokrasi harus dibenahi agar pembangunan tidak tersendat,” tegasnya.
Sementara itu, Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengungkapkan bahwa permasalahan aset ini juga menjadi temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diterima pada 22 Mei 2025. Temuan itu menyoroti belum selesainya pemisahan aset antara kedua daerah pasca pemekaran, terutama yang berkaitan dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
“Kami sama-sama mendapatkan temuan dalam LHP BPK. Terkait kewajiban pengembalian, Kota Bekasi sudah menyelesaikan pembayaran sebesar Rp155 miliar. Namun pemisahan aset fisik masih perlu dituntaskan,” jelas Tri.
Menurutnya, langkah konkret akan dimulai pada Juli 2025, dengan dua tahap awal penyelesaian, disusul dua tahap berikutnya pada November dan Desember, tergantung pada kecepatan proses verifikasi.
“Verifikasi secara fisik dan administratif penting dilakukan agar aset yang diserahkan betul-betul ada dan sah tercatat. Jangan sampai hanya di atas kertas tapi barangnya tidak ada,” ujarnya.
Tri juga menekankan bahwa sejumlah aset tidak dapat dimanfaatkan karena belum resmi tercatat sebagai milik pemerintah masing-masing. Hal ini menghambat program strategis seperti pembangunan rumah layak huni dan fasilitas publik lainnya.
“Kami tidak bisa menertibkan bangunan atau mengembangkan kawasan jika status aset belum jelas. Maka penyelesaian ini mendesak demi kemanfaatan yang lebih luas bagi masyarakat,” tambahnya.
Meski menyangkut kepentingan masing-masing daerah, Tri menegaskan pentingnya menjaga hubungan harmonis antara Kota dan Kabupaten Bekasi.
“Kami ini ibarat saudara tua dan saudara muda. Kalau kerjasama berjalan baik, dampaknya akan langsung dirasakan oleh masyarakat,” pungkasnya.